Beberapa hari yang lalu.. Dia sudah mengutarakan keinginannya untuk menikahiku. Berbicara langsung kepada orang tuaku dengan sikap lelakinya. Aku bahagia. Jujur, aku senang. Tidak ada unsur keterpaksaan dalam jawabanku. Aku menerimanya dan aku bahagia. Tapi...
Jika aku meneruskan tulisan ini dengan kata "tetapi" atau "tapi", berarti masih ada yang mengganjal dalam hatiku. Entahlah... Aku merasa hatiku labil. Di satu sisi, aku siap.. Insyaallah.. Benar-benar siap lahir batin. Karena kesiapan ini sudah jauh-jauh hari tertanam dalam benakku. Karena ini adalah tujuan hidupku dan ini yang aku inginkan. Sebuah pernikahan, berarti banyak.. Suatu kehidupan yang berbeda dengan yang sedang aku jalani saat ini. Dimana dua kepala menjadi satu, dimana dua hati berusaha saling mengisi, dimana dua ide yang memperkaya pendapat, dan dimana semua pihak dari dua karakter yang akan berdampingan untuk menciptakan suatu keharmonisan.
Kata-kataku terlalu tinggi memang, terlalu filosofis dan tidak bermutu. Tapi, itu menurutku.
Tapi di sisi lain.. Sanggupkah aku?
Sedangkan, sampai sekarang aku masih belum mampu untuk mengendalikan diriku, mengendalikan nafsuku, mengendalikan semua sifat-sifat burukku, dan yang utama aku bukan orang yang mampu mengendalikan amarahku. Aku butuh pengendalian emosi yang cukup tinggi untuk bisa menurunkan tingkat amarahku yang sangat tidak terkontrol. Lelah memang jika terus mengikuti sikapku. Aku sadar, orang-orang disekelilingku pasti terganggu dengan sikapku.
"dea jutek, dea judes, dea galak, dea egois, dea pundungan, dea cengeng, dea sombong..."
Sepertinya aku sudah sering mendengar dan melihat tentang semua pernyataan itu yang selalu tertuju padaku selama ini. Dan aku selalu bersikap tak acuh. Peduli amat kata orang, aku hanya beranggapan bahwa inilah hidupku. Terimalah aku apa adanya. Meskipun pada akhirnya, tetap aku lagi yang bersalah.
Stop tentang apa yang terjadi pada diriku, kembali pada topik pernikahan. Hm... Kebimbangan itu masih ada. Masih tertanam dalam diriku. Masih menjadi sebuah tanda tanya besar di dalam kepalaku yang bodoh ini.
Terlebih lagi, jika aku harus menyatukan sifatku dan sifatnya. Kami berbeda ... . Sangat jauh berbeda. Dia dengan ketenangannya menghadapi hidup, selalu mengalah dan memberikan apa yang kuinginkan. Sehingga aku merasa dimanjakan. Dan kembali lagi bersifat manja, membuatku sulit dikendalikan. Sedangkan aku dengan sifatku yang "unik", selalu membuat masalah dan tidak pernah sabar.
Kadang ini membuatku menjadi dillema, aku terlalu sering menyakiti perasaan orang-orang yang kusayangi. Berulang kali selalu ada masalah yang disebabkan karena sifatku.
Aku memang orang yang bermasalah sekali .
"...Aku sayang dia, Tuhan.
Aku yakin aku sayang dia...
Itu doaku setiap saat perasaanku mulai goyah. Keyakinan perasaanku padanya harus aku pupuk. Itu prinsipku. Tapi.. Terkadang aku merasa goyah lagi. Merasa tidak yakin, takut, dan berbagai macam perasaan yang sebenarnya hanya kecemasan belaka.
Dia terlalu baik.. (dan seringkali aku berkata seperti ini kepada orang yang kusayangi namun sering pula kusakiti) .... Terlalu baik, terlalu sayang padaku, terlalu perhatian padaku, terlalu ini, terlalu itu, dan terlalu berlebihan...
Membuatku menjadi tak sanggup untuk menerima semua itu. Dan hal tersebut pun menjadikan aku semakin merasa tersudut. Karena aku tidak bisa memberikan hal yang sama. Aku hanya bisa menyayangi tanpa memberikan yang terbaik. Aku merasa kalah...
Aaaah.. Bimbang ini masih saja ada..
Beri aku petunjuk, Tuhan.
Apa yang harus aku lakukan?
Tenangkan aku, Tuhan.
Berikan yang terbaik untuk kami..
Amien..
*Saat kebimbangan itu datang melanda, akankah dia memaafkan perasaanku?
Maafkan aku, Sayang...*
Jika aku meneruskan tulisan ini dengan kata "tetapi" atau "tapi", berarti masih ada yang mengganjal dalam hatiku. Entahlah... Aku merasa hatiku labil. Di satu sisi, aku siap.. Insyaallah.. Benar-benar siap lahir batin. Karena kesiapan ini sudah jauh-jauh hari tertanam dalam benakku. Karena ini adalah tujuan hidupku dan ini yang aku inginkan. Sebuah pernikahan, berarti banyak.. Suatu kehidupan yang berbeda dengan yang sedang aku jalani saat ini. Dimana dua kepala menjadi satu, dimana dua hati berusaha saling mengisi, dimana dua ide yang memperkaya pendapat, dan dimana semua pihak dari dua karakter yang akan berdampingan untuk menciptakan suatu keharmonisan.
Kata-kataku terlalu tinggi memang, terlalu filosofis dan tidak bermutu. Tapi, itu menurutku.
Tapi di sisi lain.. Sanggupkah aku?
Sedangkan, sampai sekarang aku masih belum mampu untuk mengendalikan diriku, mengendalikan nafsuku, mengendalikan semua sifat-sifat burukku, dan yang utama aku bukan orang yang mampu mengendalikan amarahku. Aku butuh pengendalian emosi yang cukup tinggi untuk bisa menurunkan tingkat amarahku yang sangat tidak terkontrol. Lelah memang jika terus mengikuti sikapku. Aku sadar, orang-orang disekelilingku pasti terganggu dengan sikapku.
"dea jutek, dea judes, dea galak, dea egois, dea pundungan, dea cengeng, dea sombong..."
Sepertinya aku sudah sering mendengar dan melihat tentang semua pernyataan itu yang selalu tertuju padaku selama ini. Dan aku selalu bersikap tak acuh. Peduli amat kata orang, aku hanya beranggapan bahwa inilah hidupku. Terimalah aku apa adanya. Meskipun pada akhirnya, tetap aku lagi yang bersalah.
Stop tentang apa yang terjadi pada diriku, kembali pada topik pernikahan. Hm... Kebimbangan itu masih ada. Masih tertanam dalam diriku. Masih menjadi sebuah tanda tanya besar di dalam kepalaku yang bodoh ini.
Terlebih lagi, jika aku harus menyatukan sifatku dan sifatnya. Kami berbeda ... . Sangat jauh berbeda. Dia dengan ketenangannya menghadapi hidup, selalu mengalah dan memberikan apa yang kuinginkan. Sehingga aku merasa dimanjakan. Dan kembali lagi bersifat manja, membuatku sulit dikendalikan. Sedangkan aku dengan sifatku yang "unik", selalu membuat masalah dan tidak pernah sabar.
Kadang ini membuatku menjadi dillema, aku terlalu sering menyakiti perasaan orang-orang yang kusayangi. Berulang kali selalu ada masalah yang disebabkan karena sifatku.
Aku memang orang yang bermasalah sekali .
"...Aku sayang dia, Tuhan.
Aku yakin aku sayang dia...
Itu doaku setiap saat perasaanku mulai goyah. Keyakinan perasaanku padanya harus aku pupuk. Itu prinsipku. Tapi.. Terkadang aku merasa goyah lagi. Merasa tidak yakin, takut, dan berbagai macam perasaan yang sebenarnya hanya kecemasan belaka.
Dia terlalu baik.. (dan seringkali aku berkata seperti ini kepada orang yang kusayangi namun sering pula kusakiti) .... Terlalu baik, terlalu sayang padaku, terlalu perhatian padaku, terlalu ini, terlalu itu, dan terlalu berlebihan...
Membuatku menjadi tak sanggup untuk menerima semua itu. Dan hal tersebut pun menjadikan aku semakin merasa tersudut. Karena aku tidak bisa memberikan hal yang sama. Aku hanya bisa menyayangi tanpa memberikan yang terbaik. Aku merasa kalah...
Aaaah.. Bimbang ini masih saja ada..
Beri aku petunjuk, Tuhan.
Apa yang harus aku lakukan?
Tenangkan aku, Tuhan.
Berikan yang terbaik untuk kami..
Amien..
*Saat kebimbangan itu datang melanda, akankah dia memaafkan perasaanku?
Maafkan aku, Sayang...*
Aku bukan terlalu baik, aku hanya melakukan apa yg harus dilakukan ama orang yg disayangi ,,, dan aku senang melakukan itu. Kadang kebimbangan itu muncul dari sikap ketakutan yg berlebihan,sikap suudzan, banyak-banyak berdoa, nggak mikirin macem-macem soalnya yg namanya permasalahan pasti muncul,coz itulah hidup, kita cuma mengemban amanah,misi,perintah,termasuk masalah dari Allah buat menyelesaikannya dengan sebaik-baik mungkin,,dan yg jadi penilaiannya bagaimana kita menyikapinya...kamu sekarang dah mulai berubah mulai bisa calm lagi dalam beberapa saat setelah ada yang bikin kecewa (yaitu aku)... kalo dulu wahh kalo dah g bicara y udah ampe seharian bisa g bicara ^^;
ReplyDeletemasalah perbedaan,itulah yg membuat hidup ini jadi lebih indah ada laki-laki ada perempuan,,,bisa saling mengisi satu sama lain,,,kamu kreatif aku nggak,
aku gendut kamu dah mulai gendut,
aku ganteng kamu lucu ,hahha9 kok jadi ngaco gini ,,,kan arif juga pernah bilang yang penting kamu sayang ama arif, arif dah seneng,,,
mulai sekarang mari kita berdoa sama-sama, niat kita sudah baik, InsyaAllah Allah memberikan yang terbaik jg buat kita berdua...aminnn
I LUV U hunny
anyway i'm extremely happy with this quote
"...Aku sayang dia, Tuhan.
Aku yakin aku sayang dia..."