Friday, June 28, 2013

Cerita Raka - 3rd Opinion

Entah kenapa ya, mulai males dan kesel deh nganter Raka terapi ke hermina. Bahkan udah sebulan ini, Raka cuma terapi di JMC tok. Gak ada dateng-dateng lagi ke hermina. Dan lucunya, pihak hermina juga gak ada tuh nelepon nanyain kabar Raka. Menyebalkan ya..

Pasalnya sebulan yang lalu ada kejadian sangat tidak menyenangkan di hermina yang bikin gw jadi mulai males deh nganter Raka terapi lagi disana. Berawal dari terapisnya Raka ternyata cuti, tapi ngga ngasih kabar sama sekali. Minimal sms kalau dia hari itu berhalangan. Tapi ngga ada sama sekali, sedangkan gw+Raka sudah tiba di hermina, siang-siang pulak panas-panasan naik motor dianter omanya Raka. Ternyata terapisnya gak ada. Bete kan tuh.

Akhirnya daripada sia-sia udah jauh-jauh dateng tapi ngga terapi, (disaranin sama ibu-ibu yang anaknya terapi juga) ya udah minta sama terapis yang kebetulan kosong aja jadwalnya. Akhirnya ada satu terapis lagi nganggur, dia sih bilang oke aja terapi sama dia tapi cuma sampai jam 11 aja, waktu itu jam sudah menunjukkan 10.30, sedangkan jadwal terapi raka biasanya jam 10.15, brarti cuma dikasih waktu 30menit dari yg biasa per sesi terapi adalah 40menit. Gw pikir okelah, gapapa daripada sia-sia. But what? Gak sampe 20menit, Raka udah keluar dan sesi terapi berakhir. Euh..? Bingung kan? Mo protes juga ga bisa lah. Udah bayar di kasir. Nyesel dan kesel. Efektif gitu cuma 20 menit terapi? Belum juga kering air mata Raka dipaksa masuk ruang terapi, eh udah selesai lagi.

Dan itu satu dari beberapa alesan gw lebih milih hengkang deh dari hermina. Salah satunya lagi karena masalah observasi periodik ke tim dokter tumbang. Setelah pertama kali konsul di tim dokter tumbang anak di hermina bulan desember tahun lalu. Berarti sekitar 7 bulan lalu, sampai sekarang Raka belum konsultasi lagi sama dsa/psikolog. Padahal seharusnya periodik per 3 bulan rutin ada observasi ke tim dokter. Tapi gatau kenapa pihak terapis Raka di hermina gak juga ngasih rujukan untuk konsultasi ke tim dokter. Tiap kali ditanya, 'kapan Raka harus konsul dokter lagi?'. Jawabnya selalu,'nanti ya bu kita kabari'. Tapi ngga juga tuh sampai sekarang. :|

Dan itu menyesatkan, sangat. Setidaknya gw dan suami butuh banget penjelasan dan masukan yang pasti tentang kondisi Raka. Karena percuma nanya sama terapis, yang diceritain cuma aktivitas yang sama berulang-ulang setiap kali terapi.

Beberapa waktu lalu, lupa tepatnya kapan. Ceritanya mau cari 2nd opinion ke klinik tumbang lain. Kita nemu KTK satriakid didaerah kranji, akhirnya buat janji konsultasi. Pengennya sih konsultasi sama psikolognya, cuma jadwalnya hari sabtu dan sudah penuh katanya. Jadi kita ditawarin konsultasi terapis hari minggunya. Okelah kita iyain. Bertemulah dengan Pak Han, kepala terapis di satriakid katanya. Beliau cerita panjang lebar tentang penanganan ABK dan metode terapi. Dan intinya Raka disarankan untuk terapi SI dan Okupasi. Dan hasil bertanya tentang kondisi Raka, beliau mengatakan Raka termasuk anak hiperaktif. 

Hmm... :|

Setelah itu kita belum kasih keputusan mau ikut terapi di satriakid atau ngga. Mengingat lokasinya jauh bener, lebih jauh dari jarak rumah ke hermina. Jadi opsi kita tetep JMC dulu aja deh karena lebih deket ke rumah mama, jadi bisa numpang neduh after terapinya Raka.
Rasanya masih belom puas nyari tau tentang keistimewaan Raka. Akhirnya nyari 3rd opinion deh. Kebetulan terapi SI di JMC juga udah lebih dari 24x pertemuan, kemarin terapis di JMC nawarin konsul dengan dokter Anita di JMC. Akhirnya gw iyain deh,  jadwalnya hari ini jam 1 siang tadi.

Finally, ketemu dokter yang enakeun buat ditanya-tanya. Karena sebelum-sebelumnya gw cuman manggut-manggut aja kalo ditanya dokter sambil gak nyerap penuh infonya. Dan tadi gw banyak nanya dan minta saran. Begitu gw tanya tentang diagnosa Raka sebenernya apa. Beliau bilang, Raka ada ke arah autis, tapi Raka ada kontak mata. Sedangkan anak yang benar autis biasanya tidak ada kontak mata sama sekali. *iya gitu?* Berasa minim info gini deh.. blank jadinya.

Well, itulah...banyak opini banyak hasil. Beda-beda pula. Dari speech delayed, hiperaktif, autis. Apa lagi label Raka nanti? Who knows lah, yang paling penting tindakan tepat yang harus diberikan untuk Raka.
Intinya : NO TELEVISION and NO GAME and MORE STIMULATION. Padahal selama ini tuh hiburan Raka sehari-hari. >_<' *Ya Allah, gw berdosa banget deh sama Raka*

Semangad ah, de..
Do best for Raka!!! ^^

Sunday, June 16, 2013

Cerita Raka - Labeling itu perlu?

Beberapa minggu belakangan, kami (saya dan ayahnya Raka) berkutik tentang seputar masalah diagnosa pasti tentang Raka. Apakah memang hanya 'speech delayed' atau ada kecenderungan ke arah lain. Karena semakin kesini, sifat-sifat unik Raka mulai muncul dan makin terlihat berbeda dengan anak seumurannya. Dalam hal komunikasi dan bersosialisasi Raka sudah jelas tertinggal.

Beberapa waktu lalu, saya tenggelam dalam diskusi di sebuah group 'Room For Children' di salah satu group situs jejaring sosial. Ada artikel mengenai 'Mengenal autisme pada anak', dan itu menggelitik saya untuk mencocokkan salah satu bahkan semua ciri autism dengan Raka. Dan cocok. Itu menurut saya. Raka punya sebagian ciri autistik, begitu batin saya berucap.
Benarkah? Memang sampai sekarang, kami belum lagi mencoba konsultasi dengan dsa atau psikolog anak yang ahli dibidang ini. Masih praduga aja tentang sifat autistik-nya Raka. Tapi saya yakin, ada sesuatu yang salah. Jadi bertanya-tanya sendiri, jangan-jangan selama 6 bulan terakhir raka terapi SI itu tidak sesuai. Harusnya perlu penanganan lebih tepat, entah apa itu saya sendiri belum punya informasi yang cukup.

Sedih. Bingung. Kesal.

Bukan kesal karena keadaan Raka, tapi lebih kesal ke diri sendiri. Kenapa saya bertindak lambat, dan tidak giat menggali informasi. Saya jadi sering menyalahkan diri sendiri.

Saya juga sedikit merasa menyesal karena merasa sudah membuang waktu 6 bulan yang berharga kemarin hanya dengan memberikan terapi SI di KTK saja. Tanpa saya sendiri melakukan sesuatu di rumah, karena saya masih bingung harus berbuat apa. Bahkan seringkali saya berlebihan meluapkan emosi pada Raka. 

Ah. Menyesal.

Seringkali juga hari-hari yang kami lewati hanya berujung pada tangisan kami berdua ditengah rumah. Saya yang menangis karena emosi, dan Raka yang menangis karena kepolosannya.
Ya Allah.. Maafkan bundamu ini, nak.. :'(

....

Mengenai masalah anak berkebutuhan khusus ini, sepenting apakah label diberikan? Berdasarkan diskusi di forum yang saya sebutkan diatas, dra. Dyah Puspita, Psi. seorang psikolog yang mendalami tentang autism dan juga memiliki anak autistik,  menegaskan, agar kita para orang tua yang memiliki ABK seharusnya lebih fokus pada SOLUSI, daripada hanya sekedar sibuk memberi label kondisi si anak.

Saya setuju dengan pendapat itu, tapi kadang masih ada sedikit kegalauan juga, dimana dan bagaimana saya mencari solusi yang tepat. :'(

Sejujurnya kalau ada orang yang mau mengajari saya untuk bagaimana memberikan pendidikan dan terapi di rumah atau setidaknya memberitahu apa saja informasi tentang apapun yang berkaitan dengan pencarian solusi yang harus saya ambil, saya bersedia belajar dari awal. Tolong bantu saya.. :(

Sungguh, saya awam. Keluarga pun tidak ada yang membantu. Mereka hanya bisa bertanya, kenapa ini, kenapa itu, kenapa bisa begini begitu dsb. Hanya bisa menyalahkan. Tapi tidak memberi solusi.

Seperti biasa.

Memang kenapa kalau anak saya ternyata autis? I love him more than anything. Dan Insyaallah, saya menerima semua keadaan ini. Yang saya perlu saat ini hanya dukungan dan informasi.

Itu saja.

Semoga kami bisa secepatnya memberikan solusi yang tepat untuk Raka. Rasanya setiap detik waktu ini sungguh berharga.

Sungguh berharga.