Saturday, February 15, 2014

Sayangi Dirimu dan Orang Sekitarmu

Well, beberapa waktu lalu ramai yang men-share link di beberapa sosmed. Sebuah postingan blog yang diberi judul "Surat terakhir untuk kaka". Isinya tentang orang tua yang kehilangan anak batitanya yang masih berusia 18 bulan karena masalah kesehatannya. Dilihat dari tanggal postingannya tahun 2012, sudah 2 tahun lalu, namun sekarang kembali tersebar dan membuat gempar para orang tua khususnya. Isinya menyentuh, sungguh. Saya menangis membacanya. Betapa tidak, seakan tertampar dengan kenyataan bahwa penyebab sakitnya adik Queena tersebut karena tercetus dari lingkungan dan salah satunya karena asap rokok.

Miris.

Seakan berkaca pada kenyataan, kami juga tinggal di dalam lingkungan yang penuh dengan asap rokok.  Saya akan bercerita tentang kami sekeluarga dan hubungan akrab kami dengan rokok.

Jujur saja, saya pun perokok berat. Tapi itu dulu. Saya merokok sejak usia 15 tahun. Ngga percaya? Terserah, tapi itu benar. Dulu saya merokok bukan karena ingin dianggap gaul dan keren. Tapi otak kecil saya sudah diajak berpikir bahwa perokok pasif lebih berbahaya dari pada perokok aktif. Makanya lebih memilih mending jadi perokok aktif aja sekalian. Toh resikonya sama aja. Kenapa saya berpikir begitu? Karena sejak saya kecil, bahkan mungkin sebelum saya dikandung oleh ibu saya, beliau adalah perokok. Begitupun ayah saya. So, sedari lahir pun di rumah saya sudah terbiasa dengan asap rokok. Hingga sekarang. Tapi sayangnya semua anggota keluarga saya masih utuh. Belum ada yang mati karena rokok.

Damn.

Dulu saya terbilang gak terlalu peduli dengan cemoohan orang yang melihat saya 'berjilbab tapi merokok'. Demi Allah, kalau mengingat masa itu, saya malu. Sungguh. Bahkan si akang sebelum mengenal saya, bukan seorang perokok. Tapi begitu kami mulai dekat, dia pun jadi perokok hebat. Didukung dengan lingkungan kawan-kawan kantor dan kampus dengan kelas kuliah malam, yang selalu ada saja kesempatan beralasan menghangatkan diri dengan isapan rokok. Astagfirullahaladziim.

Setelah menikah, saya pun tidak ada rencana untuk berhenti merokok. Begitu pun suami, walau si akang sempat mulai menyatakan  ketidaknyamanannya dengan rokok. But, we're keep smoking. Until those things called test pack gives us two red lines. Setelah menunggu sekitar 6 bulan pernikahan kami yang selalu berbuah kegagalan setiap liat hasil test pack.
Yeap, saya berhenti merokok begitu hasil test pack menyatakan positif (padahal sejam sebelumnya saya masih sempat merokok karena tegang melihat hasil test  packnya, yang berarti saya merokok dalam keadaan HAMIL).

Totally stopped smoking. Si akang pun komit, ga ngerokok juga baik di rumah atau di kantor. And he really did it, so do I (Ya lah, kan lagi hamil). Dan sejak itu, saya sebel banget deket-deket orang ngerokok. Apalagi pas awal hamil itu saya harus pp bekasi-kedoya pake bis. Dan kalo lagi ga beruntung dapet bis AC, bis ekonomi isinya perokok semua. Pusing banget. Di rumah pun begitu, sebisa mungkin saya menjauh kalau papa atau mama lagi ngerokok, bahkan saya marah-marah kalau mereka ngerokok didalem rumah (saya dan si akang saat itu masih numpang dirumah orang tua saya). Tapi susah lah ngelarang mereka. Tetap aja ngeyel. Kalo udah begitu, saya bisa apa? Cuma diem dan kesel dalam hati aja.

Begitu juga setelah Raka lahir, emang orangtua saya ngga ngerokok didalam rumah tapi diteras rumah. Namun sayangnya letak teras itu tepat didepan kamar kami. Dan kamarnya pake AC, jadi kalau mereka ngerokok diteras, asapnya tetap aja berasa loh masuk ke dalam kamar. Setiap mencoba untuk menjelaskan bahwa kamar kami kena asap rokok dari luar, mereka tetap bersikeras merokok. Akhirnya saya dan si akang cuma bisa diam saja. Sambil terus berdoa semoga tidak terjadi apapun dengan Raka dan kami tentunya yang setiap kali harus menjadi perokok pasif.

Beberapa bulan sebelum raka genap setahun, kami memutuskan pindah ke rumah kontrakan selagi menunggu rumah baru kami dibangun dan direnovasi. Saya cukup senang bisa jauh dari rumah orang tua, setidaknya biar bisa sedikit menghirup udara tanpa asap rokok. Hingga sekarang kami tinggal di rumah kami sendiri pun, Alhamdulillah tidak pernah tercetus untuk saya dan si akang untuk merokok lagi.

Hanya yang saya sesalkan, orangtua saya masih saja sampai sekarang tetap merokok. Masalahnya setiap jadwal Raka terapi, saya dan Raka selalu dijemput oleh mama/papa. Dan karena tempat terapinya deket rumah mereka. Mau ngga mau pasti harus nyimpang dulu sebelum dan sesudah terapi. Otomatis, Raka masih harus terpapar dengan asap rokok lagi. :(
Dan yang paling membuat saya cukup kesal adalah kebiasaan orang tua saya yang selalu menciumi Raka setiap mereka habis merokok. Bahkan kadang memaksa nyium Raka dengan dua jari mereka masih tersemat rokok yang menyala. Huffh..
Bahkan saya sendiri sekarang jadi jarang cium tangan kalau pamitan sama orang tua, karena itu tangan, badan, bahkan mulut mereka pun tercium aroma rokok cukup menyengat. *duh, durhaka ya saya* -_-'

Tapi saya bisa apa...?
Sampai sekarang pun saya masih ngga bisa memberikan mereka masukan positif tentang bahaya merokok. Bukan untuk mereka, tapi untuk Raka. Dan kami yang tidak merokok, tapi sangat mungkin ikut-ikutan diracun oleh nikotin.
Omongan apapun yang saya lontarkan seakan memantul entah kemana. Sesekali seperti mendengar, di lain waktu ya sudahlah..

Bahkan saya kadang selalu merasa keadaan Raka jadi autis itu akibat saya dulu merokok dan akibat orang tua saya yang merokok. Ya Allah... kalau itu benar, hukum saya Ya Rabb.. T.T

Entah harus bagaimana lagi saya bersikap. Belum menemukan cara yang tepat untuk membuat mereka berhenti merokok.
Apa harus menunggu hingga menyesal dulu kah? Harus terjadi sesuatu yang buruk dulu kah?
Ntah.. Saya belum bisa menjawabnya. Karena keadaan kami masih baik-baik saja hingga sekarang.

Semoga saja hal buruk itu tidak terjadi. Semoga kami dan mereka tidak perlu menyesal dikemudian hari. Semoga mereka dan kalian yang masih mendewakan rokok bisa segera tersadar.

Pikirkan masa depan anak-anak kalian. Pikirkan diri kalian sendiri.

Kita hanya bisa berdoa.

5 comments:

  1. ka dea serius perokok? astagfirullaaah... jangan diulangin kaaa :((

    ReplyDelete
  2. Itu dulu. Alhamdulillah... sekarang mah udah ngga dong say.
    Yuk sama-sama kampanyekan anti tembakau. Biar semua orang sadar sehat. hehehe :D

    ReplyDelete
  3. baru tau.. dan sempet shock bacanya.. untung sekarang udah engga ya dea ^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kaget ya ci.. :P
      Andai kita lebih dekat sewaktu kuliah dulu, aci pasti benci banget deket2 dea.. hehehe. Insyaallah... masalalu hanya untuk dijadikan pelajaran.
      Aci juga.. jaga kesehatan ya.. baru tau aci abis sakit ya.. musuhin perokok ya klo perlu basmi! ;)

      Delete
    2. baru bacaaa.. haha maapkeun..
      Ga sampe benci koq tenang aja.. orang punya alasan masing2 saat memilih melakukan sesuatu, dan kita sebagai makhluk sosial ga boleh juga memaksakan keinginan kita ke org lain kan? Ya lebih baik dihindari perokoknya ^^

      Iya, kondisi badan lagi menurun terus dea.. cape hati dan pikiran, insyaAllah kita jadi pribadi yang lebih baik lagi ya dea.. masa lalu biarlah jadi kenangan dan pembelajaran kita buat anak cucu kita kelak :)

      Delete

Comment please..

You can use some HTML tags, such as <b>, <i>, <a>, and using smiley code