Jalan berkelok.
Hutan.
Tentang aku.
Tentang kamu.
Tentang lalu.
Tetiba hati ini..
Rasalah mimpi.
Teringat lagi.
Menghilang sajalah.
De-
Jalan berkelok.
Hutan.
Tentang aku.
Tentang kamu.
Tentang lalu.
Tetiba hati ini..
Rasalah mimpi.
Teringat lagi.
Menghilang sajalah.
De-
Saat hati berkata lelah
Namun keadaan tidak membiarkannya
Dinding ini saksinya
Bisu menatap wajah basah
Namun tak henti juga air mata ini mengalir.
Aku bersalah
Aku berdosa
Aku khilaf
....
Three years ago. At 1.11 pm.
He's jumping out of my belly.
A little red man with a tiny hand holding my finger.
He's looking at me like want to say thank you for giving him a birth.
No, my dear son..
It's me who should said thank you for being my special son. Thank you for choose me as your mom. Thank you for giving me a priceless moments every single day. And I'm sorry for being a cold-hearted and careless mom.
I'm really sorry.
Happy birthday my adorable son.
You're always be my special boy.
♥ My SUPERBOY ♥
Well, beberapa waktu lalu ramai yang men-share link di beberapa sosmed. Sebuah postingan blog yang diberi judul "Surat terakhir untuk kaka". Isinya tentang orang tua yang kehilangan anak batitanya yang masih berusia 18 bulan karena masalah kesehatannya. Dilihat dari tanggal postingannya tahun 2012, sudah 2 tahun lalu, namun sekarang kembali tersebar dan membuat gempar para orang tua khususnya. Isinya menyentuh, sungguh. Saya menangis membacanya. Betapa tidak, seakan tertampar dengan kenyataan bahwa penyebab sakitnya adik Queena tersebut karena tercetus dari lingkungan dan salah satunya karena asap rokok.
Miris.
Seakan berkaca pada kenyataan, kami juga tinggal di dalam lingkungan yang penuh dengan asap rokok. Saya akan bercerita tentang kami sekeluarga dan hubungan akrab kami dengan rokok.
Jujur saja, saya pun perokok berat. Tapi itu dulu. Saya merokok sejak usia 15 tahun. Ngga percaya? Terserah, tapi itu benar. Dulu saya merokok bukan karena ingin dianggap gaul dan keren. Tapi otak kecil saya sudah diajak berpikir bahwa perokok pasif lebih berbahaya dari pada perokok aktif. Makanya lebih memilih mending jadi perokok aktif aja sekalian. Toh resikonya sama aja. Kenapa saya berpikir begitu? Karena sejak saya kecil, bahkan mungkin sebelum saya dikandung oleh ibu saya, beliau adalah perokok. Begitupun ayah saya. So, sedari lahir pun di rumah saya sudah terbiasa dengan asap rokok. Hingga sekarang. Tapi sayangnya semua anggota keluarga saya masih utuh. Belum ada yang mati karena rokok.
Damn.
Dulu saya terbilang gak terlalu peduli dengan cemoohan orang yang melihat saya 'berjilbab tapi merokok'. Demi Allah, kalau mengingat masa itu, saya malu. Sungguh. Bahkan si akang sebelum mengenal saya, bukan seorang perokok. Tapi begitu kami mulai dekat, dia pun jadi perokok hebat. Didukung dengan lingkungan kawan-kawan kantor dan kampus dengan kelas kuliah malam, yang selalu ada saja kesempatan beralasan menghangatkan diri dengan isapan rokok. Astagfirullahaladziim.
Setelah menikah, saya pun tidak ada rencana untuk berhenti merokok. Begitu pun suami, walau si akang sempat mulai menyatakan ketidaknyamanannya dengan rokok. But, we're keep smoking. Until those things called test pack gives us two red lines. Setelah menunggu sekitar 6 bulan pernikahan kami yang selalu berbuah kegagalan setiap liat hasil test pack.
Yeap, saya berhenti merokok begitu hasil test pack menyatakan positif (padahal sejam sebelumnya saya masih sempat merokok karena tegang melihat hasil test packnya, yang berarti saya merokok dalam keadaan HAMIL).
Totally stopped smoking. Si akang pun komit, ga ngerokok juga baik di rumah atau di kantor. And he really did it, so do I (Ya lah, kan lagi hamil). Dan sejak itu, saya sebel banget deket-deket orang ngerokok. Apalagi pas awal hamil itu saya harus pp bekasi-kedoya pake bis. Dan kalo lagi ga beruntung dapet bis AC, bis ekonomi isinya perokok semua. Pusing banget. Di rumah pun begitu, sebisa mungkin saya menjauh kalau papa atau mama lagi ngerokok, bahkan saya marah-marah kalau mereka ngerokok didalem rumah (saya dan si akang saat itu masih numpang dirumah orang tua saya). Tapi susah lah ngelarang mereka. Tetap aja ngeyel. Kalo udah begitu, saya bisa apa? Cuma diem dan kesel dalam hati aja.
Begitu juga setelah Raka lahir, emang orangtua saya ngga ngerokok didalam rumah tapi diteras rumah. Namun sayangnya letak teras itu tepat didepan kamar kami. Dan kamarnya pake AC, jadi kalau mereka ngerokok diteras, asapnya tetap aja berasa loh masuk ke dalam kamar. Setiap mencoba untuk menjelaskan bahwa kamar kami kena asap rokok dari luar, mereka tetap bersikeras merokok. Akhirnya saya dan si akang cuma bisa diam saja. Sambil terus berdoa semoga tidak terjadi apapun dengan Raka dan kami tentunya yang setiap kali harus menjadi perokok pasif.
Beberapa bulan sebelum raka genap setahun, kami memutuskan pindah ke rumah kontrakan selagi menunggu rumah baru kami dibangun dan direnovasi. Saya cukup senang bisa jauh dari rumah orang tua, setidaknya biar bisa sedikit menghirup udara tanpa asap rokok. Hingga sekarang kami tinggal di rumah kami sendiri pun, Alhamdulillah tidak pernah tercetus untuk saya dan si akang untuk merokok lagi.
Hanya yang saya sesalkan, orangtua saya masih saja sampai sekarang tetap merokok. Masalahnya setiap jadwal Raka terapi, saya dan Raka selalu dijemput oleh mama/papa. Dan karena tempat terapinya deket rumah mereka. Mau ngga mau pasti harus nyimpang dulu sebelum dan sesudah terapi. Otomatis, Raka masih harus terpapar dengan asap rokok lagi. :(
Dan yang paling membuat saya cukup kesal adalah kebiasaan orang tua saya yang selalu menciumi Raka setiap mereka habis merokok. Bahkan kadang memaksa nyium Raka dengan dua jari mereka masih tersemat rokok yang menyala. Huffh..
Bahkan saya sendiri sekarang jadi jarang cium tangan kalau pamitan sama orang tua, karena itu tangan, badan, bahkan mulut mereka pun tercium aroma rokok cukup menyengat. *duh, durhaka ya saya* -_-'
Tapi saya bisa apa...?
Sampai sekarang pun saya masih ngga bisa memberikan mereka masukan positif tentang bahaya merokok. Bukan untuk mereka, tapi untuk Raka. Dan kami yang tidak merokok, tapi sangat mungkin ikut-ikutan diracun oleh nikotin.
Omongan apapun yang saya lontarkan seakan memantul entah kemana. Sesekali seperti mendengar, di lain waktu ya sudahlah..
Bahkan saya kadang selalu merasa keadaan Raka jadi autis itu akibat saya dulu merokok dan akibat orang tua saya yang merokok. Ya Allah... kalau itu benar, hukum saya Ya Rabb.. T.T
Entah harus bagaimana lagi saya bersikap. Belum menemukan cara yang tepat untuk membuat mereka berhenti merokok.
Apa harus menunggu hingga menyesal dulu kah? Harus terjadi sesuatu yang buruk dulu kah?
Ntah.. Saya belum bisa menjawabnya. Karena keadaan kami masih baik-baik saja hingga sekarang.
Semoga saja hal buruk itu tidak terjadi. Semoga kami dan mereka tidak perlu menyesal dikemudian hari. Semoga mereka dan kalian yang masih mendewakan rokok bisa segera tersadar.
Pikirkan masa depan anak-anak kalian. Pikirkan diri kalian sendiri.
Kita hanya bisa berdoa.
Apa itu terapi totok? Ya pijet totok aja biasa, kayak dipijet-pijet gitu dibenerin kalo ada urat dan saraf yang salah. Ada namanya mama Arya, temen terapi raka kalo hari rabu ngasih tau ada orang yang bisa terapi totok dan bisa nyembuhin gangguan saraf gitu. Dia bilang udah pernah ada anak autis yang diterapi juga ke beliau, dan sekarang udah lancar ngomong. Ow.. jadi tertarik nih.
Akhirnya janjian sama mama arya ikutan terapi totok barengan dirumahnya arya. Kebetulan hari selasa kemarin kan libur tahun baru muharam si ayah libur, jadi bisa nganterin deh ke rumah arya. Pengen liat katanya gimana terapi totok.
Begitu bertemu orangnya namanya bapak H. Amin, raka langsung ditelanjangin, kasih hape buat mainan trus tengkurep. Mulai deh dipijet-pijet biasa. Dicariin sama pak haji itu urat saraf yang katanya nyengsol alias melintir gitu. Yang berpengaruh ke saraf nalar sama motoriknya jadi berpengaruh sama ketidakmampuan bicaranya, apalah katanya gitu deh.
Katanya Raka ada yg salah di saraf tulang belakang sebelah kiri. Well.. pak haji terus aja pijet-pijet gitu pake baby oil. Untungnya Raka anteng aja gitu dipijet. Hehehe. Nangis pas pak haji udah mulai neken-neken pake alat totokan macem ulekan kayu gitu, sakit kali ya. Badannya Raka sampe merah-merah. Heu.. Tapi ditega-tegain deh, kan namanya juga ikhtiar kali aja bisa bikin Raka sembuh. Hehehe.
Hampir setengah jam Raka di pijet totok, sampe keringetan jejeritan gamau di pijet lagi. Kesian liatnya, tapi badannya keliatan udah enakeun deh, abis udah beres pijet Raka ceria aja gitu kayak gada apa-apa. Hihihi.
Kata pak haji, insyaallah kalo bisa rutin terapinya bisa bantu mempermudah penyembuhannya. Mudah-mudahan Raka bisa secepatnya ngomong. Karena ini baru pertemuan pertama kali ya, jadi ya emang belum ada perubahan lah ya. Kita lihat nanti. Mudah-mudahan ada hasilnya. Aamiiiin ya rabbal alamiin...
Si ayah pun dah kasih ijin untuk rutin terapi totok juga. Katanya ini emang dipijet urat saraf mah ga papalah. Masih masuk akal kalo metode penyembuhan dari pijetan. Cuman yang meragukan kalo terapinya yang cuma di usap-usap, disembur air, atau disuruh makan/minum ini itu. Ntar malah takutnya termasuk musyrik. Naudzubillah... jangan sampe deh. Hehehe.
Insyaallah si pak hajinya juga bukan pak haji jadi-jadian deh. Masih menyerahkan segalanya sama Allah. Beliau juga biasa pijet totok untuk berbagai penyakit dalam dan syaraf. Dan Alhamdulillah katanya banyak yang berhasil dan sembuh. Tapi ya itu tetep rutin terapinya. Gak bisa lah sekali doang langsung sembuh. Serem deh kalo gitu mah. Prakteknya juga deket di bekasi juga. Jadi bisa tiap seminggu sekali ketemu deh. :)
Mudah-mudahan ya, nak. Kita terus berikhtiar. Semoga Allah mengabulkan harapan ayah, bunda dan orang-orang yang sayang sama Raka. Aamiiiin.
Ihiiy sekarang Raka udah bener-bener resmi disapih. No nenen for bedtime. No rengek-rengek tengah malam cari nenen. Paling bangun malem karena haus, kasih minum air putih terus tidur lagi deh. Alhamdulillah... seneng banget. Bangga juga sama Raka. Ternyata bisa juga. You are rock, kiddo!! b^^d
And now, he is officially weaned. Dengan total trial selama tiga minggu. He he he. Karena beberapa minggu kemarin, bunda dan ayahnya Raka bener-bener mengalami exhausted nights banget. Always had a late sleeps. Bikin mood naik turun aja deh kalo kurang tidur. Raka pun masih aja rengek-rengek kalo mau bobo. Makin lama ngerengeknya, makin malam bobonya. Dulu biasanya jam 9 udah bisa bobo, sekarang paling cepet bobo jam 10an atau bisa sampe jam 11. But it's okay. Setidaknya sekarang udah bisa dong diajak bobo sendiri tanpa nenen. Cukup nyalain slideshow pictures+music di hape, Raka anteng ngeliatin poto-poto narsisnya sambil nguap sesekali, tidur deh. Haha.
Bisa ngASI selama 2tahun 7 bulan itu.. sesuatu banget deh! Perjuangannya ga mudah ternyata. Walau Raka pernah sempet kena sufor walo cuma sekali dua kali. Tapi itu gak menyurutkan niat buat terus ngASI. Tapi jadi pembelajaran buat masa depan. Kali aja entah kapan dikasih rejeki lagi buat bisa bertanggung jawab lngasuh anak. Aamiiiin.
Well done, Raka! Bunda so proud of you. Someday you read this, I just want you to know that I feel sorry for everything. I love you more than anything, son :*
Aih, judulnya asik ya? Hehehe... Kenapa weaning harus menjadi drama? Karena emang sangat menguras air mata, ya air mata Raka, ya air mata bundanya juga. Klo ayahnya Raka? Ga pake air mata sih, cuma bantu menenangkan Raka dan sesekali ngelus-ngelus bunda pas nangis.
Proses mau nyapih Raka sebenernya udah mulai dilakukan sedari Raka mulai usia 2 tahun. Tapi selalu berakhir dengan kegagalan karena kasian dan ga tega liat Raka mengamuk hebat setiap malam. Dan menguras energi ayah-bundanya harus begadang semalaman. Akhirnya sampai Raka usia 2.5 tahun gini, masih aja wajib 'nen' menjelang bobo. Emang bertahap sih, dulu tiap kali mau nen, mesti harus dikasih. Gak cuman menjelang bobo. Sekarang udah dikurangi, nen cuma pas mau bobo siang dan malam.
Eeh tapi sekarang mau ngga mau, Raka harus stop nen. Ga direncanain sih, ini semua berawal dari si gigi geraham bunda yang keropos harus dicabut dan si dokter ngasih oleh-oleh serangkaian obat ab dan painkiller supaya proses penyembuhan pasca cabut giginya cepat. Dan obatnya ternyata gak bisa buat busui. Well, otomatis Raka kudu ngalah disapih dong daripada kenapa-kenapa maksain tetep nen. Lagian dari segi umur kan Raka udah bisa disapih.
Waktu tindakan cabut gigi kebetulan malam hari pas hari sabtu kemarin. Beberapa jam pasca cabut gigi dan efek si anastesi mulai hilang, bundanya minum obat. Otomatis Raka mau bobo gak dapet nen. Akhirnya drama dimulai, rengek-rengek, nangis, guling-gulingan, sampe banting diri ke kasur. Aw aw.. dramatis sekali Raka inih. Segala pengalih perhatian udah dicobain, dari gendong-gendong sambil nyanyi, mimik susu kotaknya Raka, nonton video sampe main games. Tapi ga berhasil bikin Raka lupa sama ritual 'wajib nen menjelang bobo'. Hmmphh -_-'
Efek sakit pasca cabut gigi dan mulut masih terus ngegigit kain kasa dengan darah masih netes-netes di jahitan gusinya ditambah amukan dahsyat Raka. Bener-bener exhausted night banget deh. Tapi ayah-bundanya masih bisa nyantai karena hari minggu kan masih libur. Si ayah bisa bantu gantian menenangkan Raka. Akhirnya dengan keukeuh tangannya Raka masuk baju bunda, dibiarin aja deh pegang-pegang PD sambil liatin bunda main games di hape, Raka tidur sambil nemplok di dada. Heuu.. Finally!
Tapi semalam, hari kedua proses menyapih ini jadi lebih dramatis lagi. Awalnya Raka masih asik-asik aja ditolak pas minta nen, dia masih loncat-loncat dan keketawaan sambil main hape. Sejam nyantai, dua jam mulai gelisah, dua setengah jam kemudian ngamuk lagi deh. Nangis lagi berdua. Bunda sampe mohon-mohon ke Raka sambil cerita kalau nen bunda ada obatnya, Raka gak bisa nen lagi. Entah ngerti atau ngga, Raka ngambek, munggungin bunda dan.. tidur!
Owalah.. Berasa kayak dicampakkan begitu saja hati bundamu ini nak.. Bunda minta maaf... T.T Berderailah air mata ini, jadi makin gak bisa tidur nungguin Raka sambil sesenggukan semaleman. Hmmfhh.. Dramatisasi malam tadi bener-bener deh, membuat konspirasi hati semakin gundah dan labil *ehh*.
Ntah drama apalagi malam-malam nanti.Mudah-mudahan bisa berhasil nyapih Raka sampe bener-bener stop nen. Maaf, ka.. Bukannya gak mau terusin ngASI buat Raka. Tapi adakalanya bunda terganjal sama keadaan. Hiks.. Sediiiiiiiihnya.. :'(((
Ini ngeblog sambil nungguin Raka terapi dan menahan kantuk yang luar biasa bikin kepala kliyengan. Pengen tidur, pengen gak pake drama weaning Raka, pengen cepat berakhir dan kembali ke masa kami baik-baik saja menjalani hari.
Ya Allah... beri kami kekuatan.
Yok ah, semangat bundanya Raka! *self motivation* ;')
Beberapa minggu belakangan, kami (saya dan ayahnya Raka) berkutik tentang seputar masalah diagnosa pasti tentang Raka. Apakah memang hanya 'speech delayed' atau ada kecenderungan ke arah lain. Karena semakin kesini, sifat-sifat unik Raka mulai muncul dan makin terlihat berbeda dengan anak seumurannya. Dalam hal komunikasi dan bersosialisasi Raka sudah jelas tertinggal.
Beberapa waktu lalu, saya tenggelam dalam diskusi di sebuah group 'Room For Children' di salah satu group situs jejaring sosial. Ada artikel mengenai 'Mengenal autisme pada anak', dan itu menggelitik saya untuk mencocokkan salah satu bahkan semua ciri autism dengan Raka. Dan cocok. Itu menurut saya. Raka punya sebagian ciri autistik, begitu batin saya berucap.
Benarkah? Memang sampai sekarang, kami belum lagi mencoba konsultasi dengan dsa atau psikolog anak yang ahli dibidang ini. Masih praduga aja tentang sifat autistik-nya Raka. Tapi saya yakin, ada sesuatu yang salah. Jadi bertanya-tanya sendiri, jangan-jangan selama 6 bulan terakhir raka terapi SI itu tidak sesuai. Harusnya perlu penanganan lebih tepat, entah apa itu saya sendiri belum punya informasi yang cukup.
Sedih. Bingung. Kesal.
Bukan kesal karena keadaan Raka, tapi lebih kesal ke diri sendiri. Kenapa saya bertindak lambat, dan tidak giat menggali informasi. Saya jadi sering menyalahkan diri sendiri.
Saya juga sedikit merasa menyesal karena merasa sudah membuang waktu 6 bulan yang berharga kemarin hanya dengan memberikan terapi SI di KTK saja. Tanpa saya sendiri melakukan sesuatu di rumah, karena saya masih bingung harus berbuat apa. Bahkan seringkali saya berlebihan meluapkan emosi pada Raka.
Ah. Menyesal.
Seringkali juga hari-hari yang kami lewati hanya berujung pada tangisan kami berdua ditengah rumah. Saya yang menangis karena emosi, dan Raka yang menangis karena kepolosannya.
Ya Allah.. Maafkan bundamu ini, nak.. :'(
....
Mengenai masalah anak berkebutuhan khusus ini, sepenting apakah label diberikan? Berdasarkan diskusi di forum yang saya sebutkan diatas, dra. Dyah Puspita, Psi. seorang psikolog yang mendalami tentang autism dan juga memiliki anak autistik, menegaskan, agar kita para orang tua yang memiliki ABK seharusnya lebih fokus pada SOLUSI, daripada hanya sekedar sibuk memberi label kondisi si anak.
Saya setuju dengan pendapat itu, tapi kadang masih ada sedikit kegalauan juga, dimana dan bagaimana saya mencari solusi yang tepat. :'(
Sejujurnya kalau ada orang yang mau mengajari saya untuk bagaimana memberikan pendidikan dan terapi di rumah atau setidaknya memberitahu apa saja informasi tentang apapun yang berkaitan dengan pencarian solusi yang harus saya ambil, saya bersedia belajar dari awal. Tolong bantu saya.. :(
Sungguh, saya awam. Keluarga pun tidak ada yang membantu. Mereka hanya bisa bertanya, kenapa ini, kenapa itu, kenapa bisa begini begitu dsb. Hanya bisa menyalahkan. Tapi tidak memberi solusi.
Seperti biasa.
Memang kenapa kalau anak saya ternyata autis? I love him more than anything. Dan Insyaallah, saya menerima semua keadaan ini. Yang saya perlu saat ini hanya dukungan dan informasi.
Itu saja.
Semoga kami bisa secepatnya memberikan solusi yang tepat untuk Raka. Rasanya setiap detik waktu ini sungguh berharga.
Sungguh berharga.